Selasa, 20 November 2012

Nenek tua pencari botol bekas

Pagi ini saya mendapat 'tamparan' yang kembali menyadarkan saya tentang makna hidup.

Di pinggir jalan Gerilya, saat saya melintas pelan saya lihat seorang nenek yang renta sedang mencari rongsok botol bekas. Saya hentikan laju kendaraan saya. Diam-diam saya amati nenek itu. Badan yang renta membungkuk itu harus tetap berjuang demi sesuap nasi. Sungguh miris.

*Bukan bermaksud untuk riya'*. Saya putuskan untuk mendekati nenek itu dan memberinya sedikit uang. Sebelum menerima uang yang saya berikan, nenek itu berkata 'sebenarnya saya bukan peminta-minta mbak. saya hanya mencari botol bekas saja'  Deg !! ada rasa bersalah pada diri saya karena saya merasa mungkin saya telah secara tidak langsung merendahkan harga diri nenek itu. Dalam hati saya berpikir nenek itu tidak akan menerima pemberian saya. Pandangan saya terus menerawang mata nenek yang berkaca-kaca, saya makin merasa iba. Akhirnya nenek itu menerima pemberian saya dan dengan terbata-bata mengucapkan terimakasih. Saya lega dan terharu. Dan setelah itu nenek kembali melanjutkan langkah.

Lesson learned that perjuangan untuk mempertahankan hidup memang selalu penuh dengan ujian dan cobaan. Namun orang pinggiran ini tetap semangat dan pantang menyerah walau badai derita selalu mengiringi langkahnya. Orang-orang pinggiran ini mungkin miskin secara materi, yang hanya hidup untuk sering menahan lapar, tinggal di gubug reot yang jika terkena angin dan hujan akan roboh. Namun, miskinnya  mereka dalam materi justru membuat mereka kaya akan jiwa, pandai bersyukur, pandai mendekatkan dirinya dengan Gusti Allah ingkang Maha Agung.

Terlintas di pikiran saya bagaimana jika hari hujan, sedangkan nenek itu masih berada di jalanan untuk mencari rongsok. Dan bagaimana dengan terik matahari yang selalu menerpa kulit nenek yang keriput itu. Dengan fisik yang sudah sangat rapuh dan renta, nenek masih bisa bertahan. Saya teringat diri saya yang sering bahkan selalu mengeluh dengan kondisi alam, padahal saya selalu berada di dalam ruangan.

Mereka selalu bergelut dengan Zona tidak nyaman, dimana musim alam adalah sahabat mereka dalam memutar roda-roda kehidupan mereka. Demikian pula dengan kesehatan, jika mereka sakit maka tidak ada daya untuk bekerja. Jangankan untuk berobat, untuk mengganjal rasa lapar pun sulit. Luar biasa kesabaran yang dimiliki mereka.

Hiburan bagi mereka adalah hanya saat-saat dimana mereka bisa tertawa berkumpul dengan keluarga mereka walau mereka berada dalam kehidupan yang pedih serba kekurangan. Dari situlah kita bisa belajar bahwa bahagia itu sederhana.

Melongok kehidupan orang pinggiran, betapa perjalanan kehidupan yang harus mereka tempuh penuh dengan kerikir tajam yang mampu mengoyak kaki mereka namun dengan rasa syukur yang begitu besar terhadap Sang Pencipta mereka tetap tegar dan ikhlas. Itulah makna kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak komentar ya kawan. Tapi kalo mau komen ada aturannya :
1. Kata-kata yang sopan
2. Tidak menyinggung SARA (apalagi orang tua :p )